Tidak mau terjebak dalam kesalahan hidup. Tidak boleh meraih tujuan secara singkat, instant besar layaknya seperti aksi pesulap
Ternyata menjadi sukses itu tak sesulit yang dibayangkan oleh kebanyakan orang. Sukses adalah sesuatu yang disikapi dengan perasaan positif, walaupun kenyataan yang ada teramat pahit sekalipun. Tentu tak seorang pun yang tak bermimpi untuk menjadi sukses, seperti kata orang bijak mimpi adalah awal untuk melangkah kepada kenyataan. Jika telah bermimpi untuk sukses, maka langkah selanjutnya adalah mau dan berani untuk memulai dan memilih usaha-usaha menuju sukses.
Sukses bisa dikatakan juga sebagai kepuasan batin, keberhasilan fisik secara finansial, spiritual dan juga intelektual. Nah, dengan usaha-usaha yang gigih tentunya maka dapat membuahkan hasil. Usaha-usaha itu harus dilakukan sejak dini, dan memulainya juga dengan detik ini.
Ketika saya masih kecil, saya hanya berasal dari keluarga yang sederhana. Ayah hanyalah pegawai biasa dan ibu seorang guru. Selama masa sekolah, saya rajin ke sekolah dan juga membantu ibu berjualan di pasar sore harinya. Gaji ayah dan ibu yang pas-pasan harus ditopang dengan penghasilan lain, yaitu dari berjualan ini untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Keluarga kami terdiri dari sebelas orang, dua orang tua (ayah dan ibu), dan sembilan orang anak yang kesemuanya butuh biaya untuk bersekolah. Bila dibandingkan dengan kebutuhan hidup dan gaji, maka akan pincang juga. Gaji tidaklah seberapa dibandingkan biaya kebutuhan hidup yang terus melambung tinggi. Saya telah melakukan usaha-usaha menuju sukses di kemudian hari, yaitu dengan bersekolah dan membantu ibu. Kala itu yang ada di dalam pikiran hanyalah untuk melihat ibu bahagia, tak lebih.
Dalam keadaan ekonomi keluarga yang pas-pasan, saudara saya menderita sakit. Ayah dan ibu tak punya cukup uang untuk membawanya berobat ke rumah sakit. Hingga pada akhirnya ia pun meninggal. Keadaan seperti ini juga terjadi dua kali dalam keluarga kami, dua tahun setelahnya saudara saya yang lain juga tak bisa tertolong lagi dengan penyakit yang sama, sakit paru-paru. Kini, kami hanya tinggal tujuh bersaudara. Sedapat mungkin, ayah dan ibu berusaha untuk tetap membiayai sekolah kami. Bukankah kalau kita menginginkan sesuatu, maka niat dan motivasi harus dikuatkan untuk mewujudkan semuanya. Inilah yang dilakukan oleh orang tua saya.
Usaha-usaha, niat dan motivasi yang tinggi. Terus-menerus belajar walaupun terkadang gagal. Bertahan menghadapi apapun, membiasakan diri dan bermental baja. Mengisi pikiran dengan mimpi, prestasi, harapan dan cita-cita. Tak boleh sekalipun mengisi pikiran dengan kemelaratan kehidupan dan kemalasan untuk berbuat dan bertindak. Inilah yang saya lakukan untuk menjadi berhasil dari hari ke hari.
Cita-cita dan impian saya sewaktu kecil sangat sederhana, hanya ingin menjadi seperti ibu. Oleh karena itulah, usaha-usaha yang saya lakukan adalah searah dengan ibu. Ibu adalah seorang guru di sebuah sekolah dasar negeri. Dulu ibu hanya tamat dari Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yang dahulu adalah hanya sederajat SMA saja, tetapi saat ini untuk menjadi guru harus berasal dari perguruan tinggi dengan gelar Sarjana. Bagaimanakah hendak kuliah? Sedangkan untuk makan saja pun susah.
Dahulu saat masih sekolah, pergi dan pulang selalu berjalan kaki seberapa pun jauhnya. Ayah dan ibu tak pernah punya uang sekedar untuk memberikan ongkos naik angkot. Saat sekolah pun sering di hukum karena tak memiliki buku pegangan juga tak melunasi uang BP-3. Dan belum lagi setiap jam istirahat, kesibukan saya hanya membenamkan diri pada buku-buku di perpustakaan sekolah, baik di sekolah dasar, sekolah menengah pertama juga sekolah menengah atas. Membaca sebenarnya tidak terlalu menyenangkan di bandingkan menikmati sebatang es ganipo, tetapi itu saya lakukan hanya untuk menghindari teman yang akan mengajak untuk jajan di kantin karena memang tidak ada uang untuk membelinya. Bagaimanakah mau kuliah? Sedangkan saat SMA selalu tersendat-sendat setiap saat.
Harapan optimisme, dan memiliki visi inilah langkah awal kekuatan di dalam diri. Bukankah dimana ada kemauan, disitu ada jalan. Tentu Tuhan tak akan pernah memberikan sesuatu, jika seseorang malas untuk mencapainya. Inilah kebenaran abadi yang telah terbukti secara hakiki. Harapan optimisme yang membantu saya mencapai tujuan untuk kuliah setelah menamatkan SMA, tak memilih keinginan seperti kebanyakan teman-teman SMA saya yang ingin menikah saja dengan pacarnya. Saya harus menaikkan harkat, derajat dan martabat keluarga, inilah jalannya yaitu dari jalur pendidikan.
Orang tua saya pun menyetujui pilihan untuk berkuliah saja. Perkuliahan dijalankan dengan segala kendala yang cukup berarti, yaitu biaya. Jangan terjebak dalam kesalahan hidup yang ingin meraih tujuan secara instan dan cepat dengan menghasilkan banyak uang, namun hal inilah yang dipilih kebanyakan teman kuliah saya, menjadi “ayam kampus.” Tidak, sesekali tidak. Biarlah makan nasi dengan lauk garam dan kecap, daripada di cap yang bukan-bukan karena terdesak oleh keadaan. Biarlah baju yang melekat di badan dibeli dari pasar loak, asalkan bagian badan tak ada yang soak. Sesuatu kesuksesan dan menjadi besar, tidak akan pernah tercipta kecuali dimulai dengan sesuatu yang kecil pertama kali. Keberhasilan pada umumnya diwujudkan bukan oleh perubahan-perubahan takdir secara tiba-tiba tetapi bertahap dengan langkah-langkah sederhana namun dilakukan secara terus-menerus untuk sebuah perubahan ke arah yang lebih baik. Tetap bersabar dengan segala apa yang ada, namun bukan berarti menerima nasib begitu saja. Hidup adalah perjuangan, tanpa perjuangan yang ada hanyalah kematian.
Usaha-usaha untuk merealisasikan kesuksesan yang telah dirumuskan tentu membutuhkan perjuangan. Dan perjuangan itu tidaklah selalu mulus dan mudah, sering terjal mematikan. Bila sudah mencium hambatan yang nyaris membuat langkah berhenti, maka ingatlah tentang sebuah inspirasi yang mencerahkan. Inilah yang kerap terjadi pada diri saya. Bila transkrip nilai memburuk karena banyak membentuk ikatan carbon (nilai C), maka sosok ibu itulah yang selalu menjadi suatu kekuatan tersendiri. Cita-cita menjadi guru, sama seperti ibu agaknya tak akan mungkin terjadi tetapi kemudian berubah menjadi mungkin terjadi. Dengan susah payah selama lebih kurang lima tahun menempuh pendidikan, akhirnya gelar S. Pd itu berhasil juga tercatat di belakang nama.
Cita-cita yang besar tentu juga beresiko mencapai tantangan yang besar, maka dengan segenap kemampuan taklukkanlah tantangan demi tantangan tersebut untuk mencapai tujuan. Alam pun telah menyediakan ruang bagi orang-orang yang tindakannya meraih pada suatu tujuan, atau dengan kata lain pada orang-orang yang memiliki tujuan. Itulah yang terjadi pada diri saya. Hanya empat bulan setelah wisuda, sebuah yayasan perguruan swasta memberikan impian itu. Saya diterima menjadi guru tentunya. Cita-cita hanyalah berupa cita-cita saja tanpa disertai rencana dan target yang maksimum, mimpi hanyalah menjadi mimpi seperti bunga tidur saja tanpa usaha untuk mencapainya. Maka impian, dan cita-cita itulah yang menentukan tujuan hidup. Ketika bermimpi dan memiliki cita-cita, maka saat itulah sebuah suratan takdir telah ditulis, dan nasib siap di cetak.
Saat ini saya sudah tahu, bahwa kebanyakan teman saya tak bisa merealisasikan tujuannya untuk menamatkan kuliahnya hanya karena tidak fokus ataupun tidak berkonsentrasi pada satu tujuan. Hanya sibuk mencari kesana kemari, tetapi idak merumuskan untuk menguasai hal yang diinginkannya. Memang saya sadar sepenuhnya, tujuan bukan klimaks dari seluruh cita-cita. Saat ini memang saya telah berhasil mencapai cita-cita saya untuk menjadi guru, tetapi tujuan harus terus diarahkan untuk bergerak maju dan membuat tujuan hidup sebanyak mungkin juga harus selalu menambahnya setiap saat. Menjadi guru telah membantu saya mewujudkan separuh cita-cita, tetapi tujuan belumlah sampai. Harus mengangkat harkat, derajat dan martabat keluarga. Harus bisa membahagiakan orang tua, itulah tujuan yang hakiki pada diri saya.
Saya memang telah bisa menikmati nasi dengan lauk, bahkan membelikan keluarga sekedar wisata kuliner seperti menikmati menu ayam penyet atau juga pecel lele yang berasal dari pulau Jawa. Saya juga telah bisa membeli baju dari sebuah mall, tak lagi dari pasar loak seperti dahulu. Namun cita-cita yang lebih tinggi dan tujuan hidup untuk menuju ke arah yang lebih baik lagi tidak boleh lantas terkubur oleh kejadian sekarang yang sedang terjadi.
Nasib telah berubah dengan merubah diri. Dalam berbagai hal yang paling baik adalah harus melakukan sesuatu, sebab bila tak melakukan sesuatu adalah hal yang paling buruk. Saya mencoba menjadi pemimpi lagi setelah ini, yaitu menjadi kepala sekolah. Inilah sebuah ide yang muncul dan akan saya masukkan dalam pikiran. Menjadi kepala sekolah adalah kebutuhan utama bagi kemajuan di depan dan semangat yang harus selalu dihidupkan agar pikiran tidak menjadi kerdil. Yup, cara terbaik untuk berprestasi di masa depan adalah menemukannya sekarang juga. Walaupun susah, tetapi jangan pernah melupakan harapan, keyakinan, kepercayaan dan kemenangan. Ada optimisme dalam diri, inilah prestasi.
Sekali lagi, jangan terjebak dalam kesalahan hidup. Tidak boleh meraih tujuan secara singkat, instant dan secara langsung menjadi besar layaknya seperti aksi pesulap yang dapat mentransformasikan bentuk khayalan menjadi kenyataan di depan mata.
Bukankah sesuatu yang besar itu tidak akan pernah tercipta jika tak dimulai dengan sesuatu yamg kecil terlebih dahulu. Tidak ada sukses yang mendadak, semuanya dimulai dengan langkah-langkah kecil tetapi dilakukan secara terus-menerus menapaki langkah teratas. Apa yang dipikirkan hari ini tentu akan mencetak nasib di kemudian hari. Bukankah begitu?
Sumber : http://topmotivasi.com/prestasi-dan-mimpi.html